“Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu: Hamba Allah, Abdullah” (Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 1 Agustus 1903)
Petikan salah satu isi surat Kartini dalam Buku berjudul Door Duistermis tox Licht atau yang lebih kita kenal dengan “Habis Gelap, Terbitlah terang”. Dari kalimat tersebut, tersirat nilai-nilai islam dalam semangat perjuangan yang dimotori oleh seorang Kartini. Melihat latar belakangnya yang meskipun sebenarnya amatlah kental sebagai seorang wanita jawa, dan beberapa sumbagan dari bacaan dan pergaulannya yang luas juga membentuk Kartini menjadi seorang yang pluralis, liberalis. Ada beberapa hal yang kemudian mampu menjadi sebuah gambaran tentang sesuatu yang mesti sama harus dilakukan oleh setiap wanita dalam masa apapun. Dan kemudian pembelajaran apa yang bisa dimanifestasikan dari ‘diri dan apa yang telah diperbuat’ oleh Kartini, hingga kemudian ia memperoleh kehormatan bahwa tanggal kelahiranya menjadi sebuah hari tersendiri. Hari Kartini yang hanya diperingati dibumi Indonesia sejak 48 tahun lalu, dimana ditetapkan oleh presiden pertama Indonesia, Ir.Soekarno, pada 2 Mei 1964.
Sebagai Abdullah, manusia memiliki tugas hanya menyembahNYA, karena kedudukan manusia yang amatlah sangat kecil, dibanding dengan Alloh yang Maha Kuasa. Namun manusia juga masih memiliki tugas sebagai seorang khalifatullah, wakil Alloh dimuka bumi. Seperti dalam Al-Baqarah ayat 30, yang berisi bahwa manusia diutus sebagai seorang khalifah dimuka bumi, pengganti Alloh yang berkewajiban memakmurkan dan memelihara muka bumi ini, termasuk dapat dikaitkan memelihara manusia baik akidah maupun akhlagnya.
Sejarah yang kita baca, membawa kita kepada sosok seorang Kartini yang ikut melepaskan wanita Indonesia dari belenggu kebodohan atau kejahiliyahan. Kartini membuka sekolah untuk para gadis didaerah Jepara, Rembang, hingga kemudian langkah Kartini tersebut mengilhami pendirian-pendirian “Sekolah Kartini” di daerah-daerah lain, seperti Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dll.
Sifat kritis yang dihasilkan dari kegiatan membaca, menulis dan berdiskusinya, membentuk pemikiran-pemikiran tentang sebuah kesetaraan yang akhirnya disebut emansipasi wanita, pendidikan yang seharusnya diperoleh wanita yang kala itu harus terpenjara akan sebuah tradisi dan budaya patriarki, dan pertanyaan-pertanyaan besar yang membakar semangatnya untuk terus mencari dan melakukan ‘apa yang harus diperoleh dan layak diperjuangkan oleh wanita’. Apa yang telah dilakukan oleh Kartini bisa dikategorikan sebuah upaya tabligh ‘menyampaikan’, ataupun membagi ilmu untuk mencerdaskan kaumnya, sebuah langkah yang dimulai dari yang paling dekat tanpa perlu memangkul senjata seperti Pahlawan wanita lain yang pemberani seperti Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Dewi Sartika, dsb. Kartini memerangi kebodohan dan berusaha mengangkat derajat wanita Indonesia pada masa itu, yang sebelumnya juga telah diperjuangkan oleh Islam, agama yang begitu memuliakan wanita.
Melihat kondisi masa kini, yang wanita dengan begitu merdeka mengenyam pendidikan dan kesempatan yang sama dalam berbagai hal, tentunya wanita dapat membawa semangat Kartini untuk selalu berusaha mencerdaskan diri dan yang terpenting adalah berusaha untuk terus mampu menginspirasi. Misalnya dalam hal keuangan keluarga sebuah study di Amerika menunjukkan bahwa women mengontrol 88% purchase, wanita tidak hanya menjadi pendorong, namun wanita kini dianggap sudah menjadi penentu. Dengan dianggap membaiknya peran wanita makin dihargai dan kemudian diikuti keputusan-keputusan dari seorang wanita, seharusnya peran wanita yang sesungguhnya, ‘sesuai kodrat manusia’ juga membaik. Namun nyatanya apa yang dapat dilihat di masa ini, beberapa hal yang jauh dari sifat khalifah terjadi, banyak perusakan bumi, ketidakadilan, kasus-kasus korupsi, maraknya kejahatan, dll, seolah menunjukkan bahwa rusaknya akhlag hingga akidah manusia sedang terjadi, dan menuju kearah yang amat sangat memprihatinkan.
Pernah mendengar bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok?. Itu menguatkan sebuah tugas mulia seorang wanita yang Alloh gariskan untuk melindungi dada manusia. Di dalam dada wanita tersimpan sifat perasa, lemah lembut dan penuh kasih-sayang. Tulang rusuk yang bengkok akan patah jika diluruskan ini juga memiliki makna bahwa jika sifat-sifat itu berubah maka wanita akan rusak. Wanita dikarunia sifat-sifat tersebut bukan tanpa tujuan, namun itu merupakan sebuah kelebihan untuk mendidik juga menebarkan sifat kasih sayang, bengkok untuk mudah menunduk dan mampu memeluk. Dan bukankah kualitas sebuah generasi, juga bergantung pada kualitas dari wanita pada masa itu, ‘kehancuran sebuah negara, ditentukan oleh kondisi para wanitanya’. Juga tentang bagaimana seorang wanita dengan kecerdasannya memberi pondasi yang kokoh kepada anak-anak bangsa sehingga anak dengan secara sadar melakukan atau kemudian tidak melakukan suatu hal, karena orang yang mereka paling percaya, orang yang paling pertama ia naungi dan jumpai, sudah mematrikan itu, ibunda mereka.
Dalam memberi balasan Alloh tidak melihat bahwa apakah amal saleh itu dikerjakan oleh lelaki ataupun perempuan (An Nahl ayat 97). Maka dari itu derajat semua manusia sebenarnya sama di mata Alloh, yang membedakannya hanyalah iman. Selain memerangi kebodohan, semangat yang perlu diteladani dari Kartini adalah mencari dan membagi ilmu. Alloh sudah berjanji dalam firmannya akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, dan kelak pahala yang tak hentinya-hentinya mengalir sekalipun manusia sudah diliang lahat adalah amal jariyah, anak yang soleh, dan ilmu yang bermanfaat.
penulis adalah Farida Isfandiari, Ketua Bidang Pengembangan Umat HMI FISIP UNS